Setelah dinyatakan lulus seleksi administratif Beasiswa LPDP gelombang 4 tahun 2015 pada 2 November 2015, hari ini 11 November 2015 aku menjalani rangkain seleksi substantif mulai dari penulisan esai dan LGD pada pagi harinya, dan dilanjutkan dengan verifikasi berkas pada siang hari dan terakhir wawancara menjelang sore harinya. Insya Allah semua pengalaman seleksi tersebut akan aku ceritakan dalam satu tulisan tersendiri. Di sini, aku akan postingkan esai yang menghantarkan lulus seleksi administratif. Semoga bermanfaat, dan tentu saja mohon doanya dari semua pembaca yang singgah di blog ini, agar lulus dalam seluruh seleksi beasiswa LPDP ini. AAMIN.
SUKSES TERBESAR DALAM HIDUPKU
Sukses
terbesar dalam hidupku?, hingga kini aku belum pernah mendapatkan medali,
piagam penghargaan atau piala apa pun yang layak aku banggakan. Tapi itu bukan
berarti bahwa aku tak pernah merasakan bahagia karena adanya pencapaian-pencapaian
besar dalam hidupku.
Terlahir
sebagai seorang anak transmigran di daerah Kalimantan Tengah, pindah ke Jawa
Tengah pada awal tahun 1990 dan akhirnya meneruskan studi perguruan tinggi di
Bandung Jawa Barat, telah menghantarkanku pada berbagai kondisi fisik dan
psikologis yang berbeda-berbeda, yang menuntutku terus bertahan, berkembang dan
bergerak untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Awal
Agustus tiga belas tahun silam, babak baru dalam hidupku dimulai. Dengan
bermodal tekad,aku datang ke Bandung. Seorang saudara jauh mengiming-imingiku
kesempatan untuk bisa kuliah dengan biaya dari sebuah yayasan di tempatnya
bekerja.
Bandung
membawaku pada sebuah keluarga baru yang menjadikanku pribadi yang jauh lebih
“indah”. Di sini aku tinggal bersama keluarga besar, dengan beragam karakter,
status sosial, suku dan latar belakang budaya. Di tempat ini lah aku mulai
belajar artinya kekeluargaan, kebersamaan, berbagi, indahnya perbedaan dan
bahagianya tersenyum dalam kesusahan dan ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang
membawaku pada kepasrahan total kepada-Nya. Dimana aku merasakan detik-detik
menegangkan namun membahagiakan, saat dimana Allah benar-benar hadir tersenyum
padaku dan tak sedikit pun membiarkanku menanggung ketidakmampuanku seorang diri.
Jiwaku “lahir” kala itu. Itu lah suskses terbesarku. Saat aku mulai mampu
keluar dari dunia yang selama ini tercipta rapi dalam pikiranku yang telah lama
membelengguku dan mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarku. Dimana aku
tak lagi memandang orang-orang di sekitarku yang berpikir dan bertindak secara
berbeda denganku sebagai orang-orang aneh dan menyebalkan. Pola pikirku berubah
180°. Aku merasa jadi manusia baru. Dan indahnya lagi, keajaiban-keajaiban itu
hadir lagi dan lagi, membuatku sesaat menangis, tersenyum dan kemudian berucap
syukur.
Dapat
melanjutkan studi S1 Farmasi di sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Bandung
ini adalah salah satu dari sekian banyak keajaiban itu. Bukan saja karena
perhitungan matematikaku yang menyatakan bahwa tak mungkin untukku dapat
membiayai kuliah di tempat itu, tapi lebih karena prosesnya yang menguras
emosi, tenaga dan pikiranku saat itu. Kondisi yang membawaku pada kenyataan dan
kebenaran bahwa Allah itu Ada dan tak kan pernah membiarkan umatnya merana sendiri.
Mungkin, dalam setiap upaya mencapai impian, akan ada orang-orang yang mencibir
dan tersenyum sinis pada kita, tapi mereka adalah bunga-bunga perjalanan yang
akan membuat pencapaian tujuan itu jadi lebih menyenangkan untuk dikenang.
Karena dalam setiap kondisi “tak menyenangkan” itu Allah juga mengutus
malaikat-malaikat dalam bentuk manusia yang tersenyum ikhlas dan mendukung
kita. Masih banyak orang baik di dunia. Allah selalu punya banyak kejutan indah
untuk kita, selama kita yakin akan keberadaan-Nya.
Mungkin
aku adalah orang yang “terlambat”. Ya, terlambat mendapat kesempatan untuk bisa
kuliah, terlambat belajar menjadi pribadi yang lebih dewasa dan terlambat
menemukan jodoh juga. Tapi terlambat itu masih jauh lebih baik, daripada tidak
tentunya.
Awal
tahun 2015 seorang kenalan memperkenalkanku pada beasiswa LPDP. Sebuah beasiswa
S2 yang memberikan kesempatan hingga usia maksimum 35 tahun. Ini sebuah peluang
langka bagiku, tak boleh kusia-siakan.
Sempat terlintas dalam pikiranku “andai saja aku mendapatkan informasi
ini lebih awal tentu aku akan lebih mampu mempersiapkannya”, tapi segera
kubuang jauh pikiran itu. “Masih ada kesempatan, manfaatkanlah semampumu”
kataku dalam hati. Aku pun berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi
semua persyaratannya agar dapat melanjutkan studi S2 dengan beasiswa tersebut. Termasuk
upaya untuk mendapat skor TOEFL minimal 500, bukan hal yang mudah bagiku, tapi
itu bisa dipelajari.
Terima kasih Purwa Teratai telah mampir di blog pribadi saya serta sumbangsih opininya disana.
BalasHapus