Sabtu, 19 Maret 2016

RENCANA STUDI CALON PENERIMA BEASISWA MAGISTER LEMBAGA PENGELOLA DANA PENDIDIKAN (LPDP)



Melanjutkan studi S2 adalah cita-cita yang telah lama terpendam. Setelah lulus dengan nilai yang cukup memuaskan pada Program Pendidikan Sarjana Farmasi dan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Apoteker, saya merasa bahwa ilmu yang saya miliki masih sangat sedikit dan belum teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari saya. Menjadi seorang Farmasis, ya, saya lebih senang istilah farmasis daripada apoteker, karena farmasis memberikan pengertian yang lebih luas dan terdengar lebih anggun. Saya harus lebih banyak lagi belajar dan mendalami bidang keilmuan ini. Dengan pemahaman yang lebih mendalam saya yakin saya akan lebih bijaksana dan luwes dalam mengaplikasikan ilmu kefarmasian saya di masyarakat.


Bidang studi farmasi dalam pengamatan saya, sedang “naik daun”. Antusiasme masyarakat dalam hal ini calon-calon mahasiswa baru sangat tinggi. Namun, ilmu farmasi tampaknya adalah “ilmu langit”. Farmasis atau apoteker yang semestinya adalah sebuah profesi masih jauh panggang dari api. Tenaga farmasis kian hari kian bertambah banyak, tapi tak berbanding lurus dengan peran dan gaungnya dalam masyarakat. Farmasis belum berperan sebagaimana mestinya. Farmasis sebenarnya memiliki cakupan kerja yang luas dan beragam. Sebagai contohnya, farmasis klinis seharusnya dapat terlibat langsung dalam setiap upaya pengobatan yang dilakukan terhadap pasien, bukan seperti yang sekarang ini berlangsung, dimana farmasis umumnya hanya berperan sebagai penyedia perbekalan farmasi.

Selain itu, selama ini farmasis lebih berjiwa pekerja atau karyawan. Farmasis, dengan segala bekal keilmuan yang dimilikinya seharusnya akan lebih kreatif mengembangkan produk-produk kesehatan atau pun makanan dan minuman yang berasal dari bahan-bahan alam Indonesia, sehingga lebih mandiri dan di masa yang akan datang lambat laun bangsa kita tidak akan lagi ketergantungan pada produk-produk import.

Fenomena tersebut adalah sebuah tantangan besar bagi saya. Saya sangat ingin di masa mendatang farmasis benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan melanjutkan studi, wawasan dan cara berpikir saya tentu akan lebih baik, dan tentunya akan menghasilkan ide-ide baru yang membangun dan dapat diwujudkan. Sehingga saya bisa berbuat lebih baik sebagai seorang farmasis, dan itu akan membuat saya tidak lagi merasa malu dengan profesi yang saya sandang.
Saya sangat berharap dengan bekal studi S2 nantinya saya dapat lebih mengabdikan ilmu kefarmasian yang saya miliki sebagai salah satu tenaga pengajar dalam rumpun bidang ilmu farmakokimia di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, dimana selama lebih dari 7 tahun saya telah aktif sebagai salah satu asisten praktikum di dalamnya.

Saya akan menempuh Program Studi Magister Farmasi di Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung dan memilih kelompok keilmuan farmakokimia. Unit bidang ilmu farmakokimia saya pilih, karena dua alasan. Pertama, karena saya telah bergabung dengan Tim Asisten Farmakokimia di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, sehingga saya telah memiliki sedikit bekal ilmu yang akan saya perdalam dan mantapkan lagi selama menempuh studi S2 nantinya. Alasan kedua, adalah karena bidang ilmu tersebut saya rasa merupakan salah satu rumpun bidang ilmu kefarmasian yang paling mudah diaplikasikan dimasyarakat.

Studi ini direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun, dimulai pada pertengahan tahun 2016 hingga pertengahan tahun 2018. Dalam penelitian dan penulisan tesis, saya akan mengarahkan penelitian tersebut pada penelitian yang memungkinkan untuk dikembangkan dan memungkinkan dihasilkannya produk baru yang dapat diproduksi dan diedarkan dipasarkan.



RENCANA STUDI CALON PENERIMA BEASISWA MAGISTER LEMBAGA PENGELOLA DANA PENDIDIKAN (LPDP)



Melanjutkan studi S2 adalah cita-cita yang telah lama terpendam. Setelah lulus dengan nilai yang cukup memuaskan pada Program Pendidikan Sarjana Farmasi dan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Apoteker, saya merasa bahwa ilmu yang saya miliki masih sangat sedikit dan belum teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari saya. Menjadi seorang Farmasis, ya, saya lebih senang istilah farmasis daripada apoteker, karena farmasis memberikan pengertian yang lebih luas dan terdengar lebih anggun. Saya harus lebih banyak lagi belajar dan mendalami bidang keilmuan ini. Dengan pemahaman yang lebih mendalam saya yakin saya akan lebih bijaksana dan luwes dalam mengaplikasikan ilmu kefarmasian saya di masyarakat.


Bidang studi farmasi dalam pengamatan saya, sedang “naik daun”. Antusiasme masyarakat dalam hal ini calon-calon mahasiswa baru sangat tinggi. Namun, ilmu farmasi tampaknya adalah “ilmu langit”. Farmasis atau apoteker yang semestinya adalah sebuah profesi masih jauh panggang dari api. Tenaga farmasis kian hari kian bertambah banyak, tapi tak berbanding lurus dengan peran dan gaungnya dalam masyarakat. Farmasis belum berperan sebagaimana mestinya. Farmasis sebenarnya memiliki cakupan kerja yang luas dan beragam. Sebagai contohnya, farmasis klinis seharusnya dapat terlibat langsung dalam setiap upaya pengobatan yang dilakukan terhadap pasien, bukan seperti yang sekarang ini berlangsung, dimana farmasis umumnya hanya berperan sebagai penyedia perbekalan farmasi.

Selain itu, selama ini farmasis lebih berjiwa pekerja atau karyawan. Farmasis, dengan segala bekal keilmuan yang dimilikinya seharusnya akan lebih kreatif mengembangkan produk-produk kesehatan atau pun makanan dan minuman yang berasal dari bahan-bahan alam Indonesia, sehingga lebih mandiri dan di masa yang akan datang lambat laun bangsa kita tidak akan lagi ketergantungan pada produk-produk import.

Fenomena tersebut adalah sebuah tantangan besar bagi saya. Saya sangat ingin di masa mendatang farmasis benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan melanjutkan studi, wawasan dan cara berpikir saya tentu akan lebih baik, dan tentunya akan menghasilkan ide-ide baru yang membangun dan dapat diwujudkan. Sehingga saya bisa berbuat lebih baik sebagai seorang farmasis, dan itu akan membuat saya tidak lagi merasa malu dengan profesi yang saya sandang.
Saya sangat berharap dengan bekal studi S2 nantinya saya dapat lebih mengabdikan ilmu kefarmasian yang saya miliki sebagai salah satu tenaga pengajar dalam rumpun bidang ilmu farmakokimia di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, dimana selama lebih dari 7 tahun saya telah aktif sebagai salah satu asisten praktikum di dalamnya.

Saya akan menempuh Program Studi Magister Farmasi di Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung dan memilih kelompok keilmuan farmakokimia. Unit bidang ilmu farmakokimia saya pilih, karena dua alasan. Pertama, karena saya telah bergabung dengan Tim Asisten Farmakokimia di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, sehingga saya telah memiliki sedikit bekal ilmu yang akan saya perdalam dan mantapkan lagi selama menempuh studi S2 nantinya. Alasan kedua, adalah karena bidang ilmu tersebut saya rasa merupakan salah satu rumpun bidang ilmu kefarmasian yang paling mudah diaplikasikan dimasyarakat.

Studi ini direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun, dimulai pada pertengahan tahun 2016 hingga pertengahan tahun 2018. Dalam penelitian dan penulisan tesis, saya akan mengarahkan penelitian tersebut pada penelitian yang memungkinkan untuk dikembangkan dan memungkinkan dihasilkannya produk baru yang dapat diproduksi dan diedarkan dipasarkan.



KONTRIBUSIKU BAGI INDONESIA: KONTRIBUSIKU YANG TELAH, SEDANG DAN AKAN SAYA LAKUKAN UNTUK MASYARAKAT DAN PROFESIKU




Banyak hal yang telah aku lakukan dalam hidupku, baik itu untuk diriku sendiri, keluargaku, dan orang-orang lain disekitarku. Meski demikian, aku merasa masih merasa harus berbuat sesuatu yang lebih berharga dan bermanfaat lagi bagi lebih banyak orang.


Sebagai pribadi, aku sangat prihatin dengan tingginya angka korupsi di Negeri ini. Kasus korupsi dalam berbagai skala sangat akrab dalam keseharian kita. Begitu pun dengan penyuapan atau istilahnya kolusi, suatu kondisi yang lumprah di dalam masyarakat kita, dimana banyak pihak (seseorang) mau melakukan suatu pekerjaan yang sebenarnya adalah kewajibannya setelah menerima imbalan tertentu. Tentu ini tidak terjadi pada semua orang, namun karena begitu lumprahnya praktek tersebut, maka perlahan tapi pasti hal itu dianggap benar adanya. Dalam pandanganku, kebiasaan mencontek saat ujian sekolah, sangat erat berhubungan dengan korupsi dan kolusi. Seorang anak yang telah terbiasa mencontek, akan lebih ringan tangannya dalam melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada tindak korupsi. Dan kontribusi besarku dalam hal ini adalah bahwa aku sangat tak suka mencontek. Aku tak malu mendapat nilai D dalam suatu mata kuliah karena itu nilai murniku, meskipun kesempatan mencontek saat itu terbuka lebar, tapi aku memilih untuk tidak memanfaatkannya. Pada anakku yang masih berusia 21 bulan pun, aku sering mengingatkannya dan mengatakan padanya “Anakku, ibu kelak tak ingin memaksamu untuk menjadi “anak hebat” namun memanfaatkan segala macam cara yang justru akan membuat ibu malu jika mengetahuinya. Ibu akan sangat bahagia jika kelak engkau jadi anak yang jujur, cerdas, dan berani mengakui kesalahan diri”. Kira-kira inilah kontribusiku bagi negeri tercintaku. Sebuah kontribusi yang mungkin nyaris tak bermakna bagi kebanyakan orang saat ini, namun sangat besar nilainya menurutku. Menurutku, jika kebanyakan orang di negeri ini berpikir dan bertindak sepertiku, Insya Allah di masa depan, kasus korupsi akan berkurang, dan itu artinya Negara kita akan memiliki lebih banyak anggaran yang dapat dibelanjakan untuk kesejahteraan bersama.

Kontribusi kecilku lainnya bagi bangsa ini adalah bahwa menurutku, aku bukanlah orang konsumtif dan bangga dengan produk-produk import. Konsumtif dan bangga pada segala produk asing menurutku adalah bentuk dari ketidakcintaan seseorang pada bangsanya sendiri. Selama ini kita terlalu terpukau pada produk-produk asing yang membanjiri pasar kita, dan kita lupa bahwa kita punya banyak sumber daya alam yang apabila kita kelola dengan baik akan dapat memberikan nilai produk tidak kalah saing dengan produk import. Kita terlena dengan kemajuan bangsa lain dan kecolongan, bangsa lain telah mengambil sumber-sumber kekayaan yang kita miliki, dan kemudian kita bangga membeli bentuk baru dari sumber kekayaan tersebut. Menurutku, seharusnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang sejahtera karena betapa luasnya wilayah yang kita miliki dan segala kekayaan alam yang ada didalamnya. Seharusnya kita adalah Negara yang tak perlu lagi mengimport beras dan kedelai sebagai bahan pangan kita, dan seharusnya juga kita tak perlu risau pada nilai tukar rupiah. Seharusnya petani kita dapat lebih diberdayakan, dan bukanya menempatkan para petani sebagai karyawan perusahaan-perusahaan asing.

Sebagai seorang farmasis, aku telah aktif berbagi ilmu sebagai seorang asisten praktikum dilembaga pendidikan tempatku dulu menimba ilmu kefarmasian, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung selama kurang lebih 8 tahun. Dengan pekerjaan ini, aku bisa turut serta dalam pendidikan calon-calon farmasis muda, sambil tetap terus belajar tentunya. Aku punya harapan besar bersama mereka, masa depan farmasis di Indonesia bisa lebih maju, dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya alam yang kita miliki. Disetiap saat dalam interaksiku dengan mereka, aku sering memotivasi mereka untuk kelak menjadi farmasis yang lebih kreatif dan inovatif. Saya sangat bangga pada mereka yang muda dan mau memulai usaha. Aku menginspirasi mereka untuk mau memanfaatkan dan mengolah segala bentuk kekayaan alam yang kita miliki.