Kamis, 01 Desember 2011

ODONG-ODONG

Hari ini, rasa enggan menggelayuti raga dan pikiranku. Aku ada janji hari ini. Bertemu seseorang. Kubayangkan jarak yang harus kutempuh, ditambah kemacetan lalu lintas sebagai bonusnya. Ah, malasnya kakiku melangkah. Ada sedikit "perang" dalam batinku. Pergi atau tidak.

Oh, Tuhan, mengapa aku jadi begitu pemalas. kebiasaan bangun pagi pun rasanya sudah menjadi hal aneh bagiku. Pukul 9 pagi telah berlalu, tapi belum juga aku berkemas diri untuk pergi. "Ada apa dengan aku ini?". Sesekali aku berpikir, pertemuanku dengannya tidaklah terlalu penting. Rasanya tak mengapa bila aku tak menemuinya hari ini, tapi, bagaimana bila ternyata dia membawa kabar baik bagiku?.

Bimbang, ragu, malas dan harapa, mengapa begitu seru "permainan" kalian?. Sepertinya, begitu gemasnya kalian mencandaiku. Hingga au tak rela kehilangan penggalan isah drama yang kalian mainkan. Rasanya tak sanggup aku meninggalkan kalian.

Terlena dalam kebimbangan, suara lirih batinku berkata: "pergilah!. Mungkin, pertemuan dengannya tak terlalu berarti, tapi kau tak kan pernah tahu, akan bertemu siapa saja kau hari ini. Bisa jadi engkau bertemu seseorang atau sesuatu yang kelak akan sangat berharga bagimu. Maka, pergilah!. Dengan ikhlas. Cobalah tersenyum!. Jangan pernah menyesali apa pun yang telah dan akan terjadi".

Sedikit cahaya semangat pun mulai menerangiku. Langkah-langkah kecil kakiku kupersiapkan. Aku pun mulai berjalan.
*****

Satu demi satu wajah orang-orang yang ta kukenal menghampiri dan pergi dari pandanganu. Andai saja, aku bisa mengenali mereka semua. Ku mau, kalian jadi sahabatku.

Seorang lelaki tua dengan dua keranjang terpikul dibahunya. Umurnya, mungkin hampir sama dengan bapakku. Lengkungan pikulannya tanda beratnya beban yang dipikulnya. Jeruk, anggur, semangka, melon, pisang dan ubi jalar memenuhi dua keranjang yang dipikulnya. Aku tak tahu, apakah si bapak itu pernah menikmati buah-buahan itu saat kondisinya masih segar dan baik.

Pada jalan miring menanjak, tampaknya, langkahnya kian berat. "Berapa penghasilannya perhari?", tanyaku dalam hati. Mesi berat langkahnya, toh pedagang buah keliling itu cepat berlalu dari pandanganku. Dan sedikit pun, dia tak mengeluh padaku. Meski, pantas baginya tuk mengeluh. Selamat jalan Pak Tua Penjual Buah Keliling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar